Rabu, 19 Desember 2012

Kejujuran Dalam Berdoa


Mbah Suloyo sudah setahun ini sakit- sakitan, loro sepuh katanya, alias sakitnya orang tua, tidak juga kerumah sakit, hanya ke puskesmas setempat. Padahal sekarang ada askin alias asuransi untuk orang miskin, namun nggak juga dimanfaatkannya, nggak tahu cara ngurusnya.. sedangkan pak Lurah Kedonyan lebih suka bisnis ketimbang mengurusi rakyatnya.. Karena kasihan dan sudah habis banyak duit untuk beli obat warung dan oleh- oleh ke mbah dukun serta mbah kyai, maka dimufakati oleh keluarga untuk diyasinke atau dibacakan surah Yasin untuk kesembuhan beliau.. Maka berkumpullah warga RT setempat, dipimpin pak ustad mengadakan Yasinan. “Nuwun sewu bapak- bapak, diSuwun keikhlasan doanya, semoga beliau diberikan kesehatan dan rahmat Allah swt dan diampuni dosa- dosanya..” “Amiiinnn…” Belum sempat pak ustad memulai doa tiba- tiba Ngablak cucu mbah Suloyo interupsi: “Nuwun sewu pak ustad, apa sebaiknya kita jujur saja sama Gusti Allah, jadi kajatnya mbah itu kalo mau sehat ya sehat saja, tapi kalo memang sudah waktunya ninggal ya kami sudah ikhlas.., dan maksud saya dicek gitu pak, siapa tahu mbah masih punya jimat yang bikin mbah itu sengsara..” “Stt.., saru to dik” bisik pak Ustad. “Ya maksudnya gitu, tapi bahasanya kita kemas dong biar pantas..” “Nuwun sewu pak Ustad,” terdengar suara mbah Suloyo dari dalam kamar, “betul kata cucuku, kalo nggak to the poin gitu nanti yang tahu cuman sampeyan sama Gusti Allah, terus para sederek yang diminta doanya dan yang mengamini doa sampeyan itu bisa salah maksud, nggak sinkron gitu lho..” Semua warga terdiam, pak ustad garuk- garuk kepalanya nggak gatal dan celingukan mencari pendapat.. Weleh- Weleh Piye to iki, gimana ya.. ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar